Opini: Febrianus Felis
MATAKALTARA.COM, NUNUKAN – Wacana pemekaran Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) menjadi daerah otonomi baru bukanlah produk dari hasrat politik elite semata.
Ia lahir dari desakan sejarah, kebutuhan struktural, dan realitas sosial-ekonomi yang selama ini terabaikan. Anggapan bahwa hanya kalangan elite yang ingin mekar adalah penyederhanaan yang menyesatkan.
Selama bertahun-tahun, masyarakat Sebatik telah menyuarakan aspirasi untuk menjadi daerah otonom.
Aspirasi itu tidak lahir di ruang-ruang pertemuan hotel atau lobi kekuasaan, melainkan dari jalan-jalan becek desa, sekolah-sekolah yang kekurangan guru, serta pusat pelayanan publik yang jauh dari jangkauan.
Mereka ingin pemerintahan yang lebih dekat, responsif, dan sesuai dengan kebutuhan lokal.
Forum-forum warga, musyawarah desa, hingga demonstrasi damai pernah dilakukan oleh masyarakat Sebatik sebagai bentuk tuntutan atas hak pelayanan dan pembangunan yang merata. Jika ada elite yang ikut menyuarakan hal itu, bukan berarti aspirasi rakyatnya tidak sah.
Mekar Bukan Masalah Tambah Aparat, Tapi Tambah Pelayanan
Kekhawatiran bahwa DOB Sebatik hanya akan menambah personel TNI/Polri dan membuat daerah menjadi lebih ketat juga perlu diluruskan.
Pertama, Sebatik adalah pulau perbatasan langsung dengan Malaysia. Penambahan personel TNI/Polri bukanlah bentuk represif atau militerisasi wilayah, tapi justru bagian dari strategi penguatan wilayah kedaulatan dan perlindungan terhadap warga negara yang selama ini hidup di garis batas tanpa perlindungan optimal.
Kedua, DOB bukan soal menambah aparat, tetapi memperluas struktur birokrasi sipil: camat jadi bupati, desa-desa yang selama ini terabaikan bisa naik status, pelayanan publik bisa lebih dekat, dan anggaran bisa dikelola secara langsung tanpa menunggu “restu” dari kabupaten induk.
Jika hari ini warga Sebatik harus menempuh jalur laut ke Nunukan hanya untuk mengurus administrasi, maka dengan DOB mereka bisa mendapat layanan di pusat pemerintahan baru yang lebih dekat. Ini bukan tentang kontrol, ini tentang akses dan efisiensi.
Bukan Sekadar Pemekaran, tapi Koreksi Ketimpangan
Mekarnya Sebatik juga harus dilihat sebagai bentuk koreksi atas ketimpangan pembangunan antara pusat dan pinggiran.
Pulau Sebatik punya posisi strategis geopolitik dan ekonomi yang tak dimiliki banyak daerah lain di Indonesia, tapi selama ini ia tidak mendapat proporsi perhatian yang sebanding.
Posisi strategis geopolitik Pulau Sebatik yang dimaksud karena berbatasan langsung dengan Malaysia.
Ini membuatnya penting secara geopolitik, karena:
- Rentan terhadap penyelundupan, imigrasi ilegal, dan konflik batas wilayah;
- Menjadi pintu gerbang antarnegara, sehingga harus dijaga dan dibangun dengan baik;
- Pemerintah pusat wajib hadir untuk memastikan wilayah itu tidak “diambil alih” secara ekonomi maupun budaya oleh negara tetangga.
Selanjutnya, Pulau Sebatik yang memiliki posisi strategis secara ekonomi karena:
- Dekat dengan Pasar Internasional
Sebatik berbatasan langsung dengan Malaysia (Tawau, Sabah). Ini memudahkan perdagangan lintas batas, ekspor-impor, dan pertukaran barang. - Akses Jalur Laut
Memiliki pelabuhan dan jalur laut yang bisa dimanfaatkan untuk logistik, perikanan, dan perdagangan antar pulau maupun antar negara. - Aktivitas Ekonomi Masyarakat Tinggi
Banyak pelaku UMKM, petani, nelayan, pedagang perbatasan yang menggantungkan hidupnya dari hubungan ekonomi dengan wilayah seberang. Potensial untuk dikembangkan jadi kawasan ekonomi khusus (KEK) atau zona perdagangan bebas. - Potensi Sumber Daya Alam dan Sektor Produktif
Perikanan melimpah dan bisa jadi sentra komoditas ekspor.
Dengan menjadi DOB, Sebatik bisa mengelola potensi perikanan, pertanian, dan perdagangannya sendiri.
Ia bisa merancang kebijakan ekonomi lokal berbasis border trade yang khas. Ia bisa memperkuat identitas budaya perbatasan, bukan sebagai “halaman belakang”, tapi sebagai gerbang depan Republik Indonesia.
Aspirasi yang Perlu Didengar, Bukan Dicurigai
Maka jika ada yang masih bertanya “setelah mekar mau gimana?”, jawabannya adalah mewujudkan keadilan wilayah, memperkuat kedaulatan, dan mendekatkan pelayanan kepada rakyat.
Jangan buru-buru mencurigai aspirasi pemekaran sebagai upaya elite. Justru yang mencurigakan adalah ketika suara rakyat terus-menerus dibungkam atas nama stabilitas semu.
DOB Sebatik bukan solusi instan, tapi langkah strategis menuju pemerintahan yang lebih demokratis, inklusif, dan berpihak pada daerah pinggiran. Sudah saatnya pusat mendengarkan batas.