Penulis:Fidelis | Editor:Castro
MATAKALTARA.COM, NUNUKAN – Kelangkaan ikan jenis Pelagis di wilayah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) kembali dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Ruang Ambalat I DPRD Nunukan, Selasa (02/09/2025), sore.
RDP ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang membahas persoalan distribusi hingga kelangkaan ikan jenis Pelagis, seperti layang-layang, ketombong, dan rumah-rumah akibat penangkapan sebuah kapal pemasok ikan dari Tawau oleh Polda Kaltara.
Ikan jenis Pelagis ini diketahui menjadi favorit masyarakat Kabupaten Nunukan. Selain karena kualitasnya bagus, harganya juga lebih terjangkau dibandingkan ikan lokal.
Namun, pasokan ikan jenis Pelagis ke Nunukan hingga wilayah pedalaman kini terhambat pasca penangkapan kapal PMN 02 oleh Ditreskrimsus Polda Kaltara pada 14 Agustus.
Kapal tersebut diketahui mengangkut puluhan boks ikan dari Tawau, Malaysia. Penindakan itu membuat banyak pengusaha angkutan enggan beroperasi karena takut diamankan aparat.
ASPIN Sebut Dampak Penahanan Kapal
Kasman, perwakilan Asosiasi Pemasok Ikan Nunukan (ASPIN), mengungkapkan perahunya yang ditahan Polda Kaltara mengangkut 61 box ikan jenis Pelagis dari Tawau.
“Dari jumlah itu, 36 boks sudah dibongkar di Pasar Yamaker Nunukan, sedangkan 25 boks sisanya dibawa ke Sungai Ular untuk kebutuhan masyarakat Sebuku dan sekitarnya,” kata Kasman kepada MataKaltara.com.
Ia menilai penahanan kapal pemasok sangat berdampak pada distribusi. Pasalnya, kini hanya tersisa dua perahu yang juga khawatir mengangkut ikan dari Tawau ke Nunukan.
“Alhasil, ikan di pasar jadi mahal dan langka,” tambahnya.
Kasman mengakui salah satu penyebab kapal diamankan petugas adalah tidak adanya sertifikat kesehatan ikan atau sijil dari negara asal.
“Masalahnya, dokumen itu sulit didapat karena pemerintah Malaysia memang tidak bisa menerbitkan sertifikat kesehatan ikan. Alasannya Nunukan belum memiliki pelabuhan yang berstatus ekspor-impor. Selain itu kapal pemasok ikan dari Tawau, Malaysia harus kapal besi. Sementara tiga perahu pemasok ikan dari Tawau ke Nunukan selama ini masih kayu,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Andika, rekannya sesama ASPIN. Ia menambahkan bahwa sebenarnya kuota impor ikan dari Malaysia ke Nunukan sudah dibatasi.
“Setiap hari maksimal 4,3 ton, sebagai bentuk penghargaan terhadap nelayan lokal,” ujar Andika.
Karantina Ingatkan Wajib Dokumen Resmi
Sementara itu, Perwakilan Kantor Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kaltara Satuan Pelayanan Nunukan, Nugroho, menegaskan bahwa seluruh ikan yang masuk dari luar negeri wajib dilengkapi dokumen karantina.
“Rata-rata kasus penangkapan ikan asal Malaysia terjadi karena tidak ada surat karantina. Kalau memang mau urus izin resmi, kami siap membantu,” tutur Nugroho.
Kebijakan Kearifan Lokal Hanya Sementara
Asisten II Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan, Asmar, mengakui bahwa selama ini distribusi ikan dari Tawau kerap ditoleransi dengan alasan kearifan lokal.
Namun, ia menyebut hal itu tidak bisa dijadikan solusi permanen.
“Kearifan lokal memang kebijakan sementara untuk menjaga ketersediaan kebutuhan masyarakat. Tapi kita harus akui, itu ilegal. Solusi jangka panjangnya adalah membantu pengusaha agar bisa melegalkan usahanya,” ungkap Asmar.
Polisi Tegaskan Posisi Hukum
Kanit Tipiter Polres Nunukan, Ipda Bilal Brata, menegaskan bahwa perdagangan ikan asal Malaysia di Nunukan masih dianggap kearifan lokal, sehingga Polres tidak mempermasalahkannya.
“Tapi kami juga tidak bisa menjamin kalau ada penindakan dari Polda Kaltara. Untuk kasus PMN 02, proses hukumnya ditangani Dit Reskrimsus Polda Kaltara. Kami hanya melakukan monitoring,” imbuh Bilal.
Sikap DPRD Nunukan
Ketua Komisi II DPRD Nunukan, Andi Fajrul Syam, memimpin jalannya RDP. Beberapa anggota DPRD Nunukan menyoroti perlunya solusi yang tepat.
Andre Pratama mendorong agar para pemasok ikan membentuk koperasi.
“Kalau sudah berbadan hukum, bisa lebih mudah mengurus izin ekspor impor ikan dari Malaysia,” pungkas Andre Pratama.
Ia juga berharap agar semua petugas bijak mengambil keputusan, karena kebutuhan masyarakat Nunukan masih sangat bergantung pada pasokan dari Tawau, Malaysia.
Sementara itu, Muhammad Mansur meminta agar para pemasok tidak menyalahgunakan kebijakan kearifan lokal.
“Kearifan lokal itu hanya untuk kebutuhan masyarakat, bukan untuk menyelundupkan ikan dan barang lain dari Malaysia,” tegasnya.
Andi Yakub menekankan pentingnya memberi ruang bagi pemasok untuk tetap beroperasi sambil menunggu proses perizinan.
“Instansi terkait juga harus memberi kemudahan bagi pedagang dan pemasok ikan,” terang Andi Yakub.
Sedangkan Ramsah mendorong agar Pemkab Nunukan memasukkan persoalan ini dalam perundingan Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo).
“Dengan adanya PLBN Sebatik, masuknya ikan dan barang dari Malaysia bisa lebih terkontrol,” jelas Ramsah.
Sebagai tindak lanjut, seluruh instansi yang hadir dalam RDP sepakat melakukan kunjungan ke Pasar Ikan di Jalan Yamaker, Kelurahan Nunukan Utara, Kecamatan Nunukan, pada hari ini Rabu (03/09/2025).
Kunjungan itu diharapkan dapat memberikan gambaran nyata terkait persoalan distribusi ikan impor dari Malaysia yang kini memicu kelangkaan di Kabupaten Nunukan.