DPRD Nunukan Fasilitasi Tuntutan Ganti Rugi Masyarakat Adat Tidung, Tiga Sungai Terdampak Tambang PT MIP

oleh

Penulis: Fidelis | Editor: Castro

MATAKALTARA.COM, NUNUKAN –Aktivitas tambang batubara milik PT Mandiri Inti Perkasa (MIP) di wilayah adat Palaju, Kecamatan Sembakung, terus menuai sorotan.

Kali ini, Komisi III DPRD Nunukan turun tangan memfasilitasi keluhan masyarakat adat Tidung Sembakung yang merasa dirugikan akibat kerusakan lingkungan di wilayah mereka.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Selasa (07/10/2025) pagi di ruang Komisi III DPRD Nunukan, hadir perwakilan masyarakat adat, pemerintah desa, serta pihak perusahaan.

Topik utama tuntutan ganti rugi atas pendangkalan tiga sungai penting Krasi Urad, dan Pasir Linuang Kayan yang menjadi nadi kehidupan warga Desa Palaju.

Sungai Terdangkali Penghidupan Terkunci

Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Ryan Antoni, menyampaikan bahwa pihaknya menerima surat resmi dari masyarakat adat yang meminta DPRD menjadi mediator penyelesaian.

“Tiga sungai itu adalah urat nadi ekonomi warga Palaju, mayoritas nelayan. Saat sungai dangkal dan tertutup sedimen, mereka tidak bisa lagi mencari ikan dan udang. Ini bukan sekadar masalah lingkungan, tapi juga soal keberlangsungan hidup,” ujar Ryan Antoni kepada MataKaltara.Com, Selasa (07/10/2025).

Komitmen Netral dan Investigasi Lapangan

DPRD menegaskan akan bersikap netral dan objektif.dalam waktu dekat, tim gabungan dari DPRD dan instansi teknis akan turun langsung ke lapangan untuk memastikan kondisi sungai yang diduga terdampak aktivitas tambang sejak 2024.

“Kami ingin ada solusi konkret. Perusahaan tetap bisa beroperasi, tapi masyarakat juga harus dilindungi. Jangan sampai satu pihak diuntungkan, yang lain dikorbankan,” tegas Ryan Antoni.

Desa Palaju Sungai Tak Lagi Mengalir Normal

Kepala Desa Palaju, Nasrul, mengonfirmasi kondisi tiga sungai tersebut memang memprihatinkan.

Pemerintah desa telah meninjau langsung dan menemukan adanya sedimentasi yang menyebabkan penyumbatan aliran air.

“Akibatnya, sampan dan perahu warga tak bisa lewat. banyak yang kehilangan mata pencaharian. Kami butuh penyelesaian yang adil, bukan janji-janji,” kata Nasrul.

Suara Masyarakat Tidak Anti Tambang Tapi Pro Kehidupan

Meski menghadapi kerusakan lingkungan, masyarakat adat dan pemerintah desa menegaskan bahwa mereka tidak anti investasi.

Mereka hanya ingin keberadaan perusahaan seimbang dengan kepedulian terhadap lingkungan dan hak hidup masyarakat adat.

“Kami tidak menolak perusahaan. Tapi kami juga tidak ingin air mata warga jadi harga dari setiap ton batubara yang diangkut,” pungkas Nasrul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.