DPRD Nunukan Desak Pemprov Kaltara Kawal Kearifan Lokal, Perizinan Pemasok Ikan Minta Dipermudah

oleh

Penulis:Fidelis | Editor:Castro

MATAKALTARA.COM, NUNUKAN – DPRD Kabupaten Nunukan mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) mengawal kebijakan kearifan lokal yang sudah sejak lama disepakati oleh unsur Forkopimda.

Polemik distribusi ikan asal Tawau, Malaysia, masih mengemuka di Kabupaten Nunukan.DPRD Nunukan menilai Pemprov Kaltara kurang memberikan atensi ketika terjadi penindakan di laut yang berimbas pada pasokan ikan masyarakat perbatasan.

Anggota DPRD Kabupaten Nunukan, Saddam Husein, menegaskan selama ini pihaknya kerap tak berdaya ketika penindakan di laut dilakukan oleh institusi di luar unsur Forkopimda Nunukan.”Kita tahu bersama bahwa kearifan lokal di sini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Bahkan unsur Forkopimda sepakat dengan kearifan lokal. Tapi ketika ada persoalan di laut dan yang menindak itu di luar unsur Forkopimda Nunukan, kita tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Saddam Husein kepada MataKaltara.com, Rabu (03/09/2025),

Lanjut Saddam,”Ini bukan kali pertama terjadi, dan saya lihat peran Pemprov Kaltara seolah tidak ada di sini,” tambahnya.

Menurut Saddam, kearifan lokal yang selama ini menjadi sandaran pemenuhan kebutuhan warga perbatasan seolah tak dianggap Pemprov Kaltara.Padahal kata dia, Pemprov Kaltara memiliki peran besar di sektor kelautan.

“Bisakah Pemprov Kaltara bawa materi kearifan lokal ke pemerintah pusat, sehingga proses yang tadinya lama bisa singkat?. Hubungan dagang warga di sini sampai Krayan dengan Malaysia sudah eksis sejak dulu.Negara harus melihat itu sebagai kepentingan nasional yang perlu dipertahankan,” tegasnya.

Politisi PDI-Perjuangan itu juga menilai forum Sosek Malindo belum sepenuhnya menjawab harapan pelaku usaha perbatasan.

“Mau dibawa melalui instrumen Sosek Malindo, tapi kadang tidak sesuai ekspektasi kita,” ucap Saddam.

Ia menyoroti selama ini praktik dagang warga perbatasan Indonesia-Malaysia di Nunukan yang timpang.

“Apa karena kita bergantung ke Malaysia, sehingga warga kita di perbatasan seperti dipermainkan. Kalau barang diimpor dari kita, pihak Tawau terima saja meskipun diangkut pakai kapal kayu. Tapi kalau sebaliknya, ekspor mereka tidak mau kapal kayu,” ujarnya.

Ia meminta kepastian hukum agar unsur Forkopimda tak terus menjadi “tameng” di lapangan.

“Sampai kapan mau jadikan Forkopimda sebagai tameng tapi tidak ada kepastian hukum? Malu juga ketika penindakan datang dari unsur yang secara pangkat dan jabatan di atas mereka,” tutur Saddam.

Hasil Rapat Dibawa ke Gubernur

Bak gayung bersambut, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltara, Rukhi Syayahdin, menegaskan pihaknya telah bekerja sesuai kewenangan dan akan menindaklanjuti hasil rapat dengar pendapat (RDP) ke Gubernur Kaltara.

“Saya pikir semua telah disepakati saat RDP kemarin sore. Semua unsur dan instansi ada dan telah bersepakat. Tidak usah ngajarin saya soal ini,” ungkap Rukhi Syayahdin.

Rukhi mengingatkan agar persoalan ini tak ditafsir sebagai tanggung jawab tunggal DKP Kaltara.

“Jangan salah tafsir, permasalahan ini bukan mutlak ada pada DKP. Sejak 2021, masalah-masalah menyangkut kearifan lokal sudah disampaikan kepada kami. Impor ikan ke Nunukan sudah memiliki pelaku usaha dan kuotanya. Kami sudah berbuat sesuai kewenangan kami,” tegasnya.

Dia tak menampik soal kebutuhan ikan di Kaltara yang terus meningkat, terutama jenis Pelagis. Di saat yang sama, jalur “tikus” di Pulau Sebatik rawan disalahgunakan.

“Durasi pengangkutan dari Tawau lebih singkat dibanding pasokan dari Sulawesi Selatan yang butuh sekira 42 jam pelayaran, atau dari Kalimantan Timur lewat jalur darat ke Bulungan sekira 19 jam. Sementara Tawau punya produktivitas tinggi, jarak lebih dekat, ikan lebih segar, dan harga lebih murah,” imbuh Rukhi.

Kewenangan 0-12 Mil Ada di Provinsi

Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Nunukan, Andi Fajrul, menjelaskan konteks kewenangan pengawasan kelautan kini berada di Pemprov Kaltara sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Sebelum diubah, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 membatasi kewenangan kita 0-4 mil. Seiring waktu berubah menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, fungsi pengawasan kelautan di Kabupaten Nunukan sudah tidak ada. Mulai 0-12 mil ada di Pemprov Kaltara,” pungkas Andi Fajrul.

Ia menegaskan kearifan lokal selama ini jelas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Nunukan. Langkah berikutnya adalah menata jalur legal.

“Selanjutnya mengurus perizinan pemasok ikan dari Tawau, Malaysia. Kita tindak lanjuti dulu secara bertahap hasil RDP kemarin,” kata Andi Fajrul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.