Penulis: Aaron Brenda Helan |Editor: Senja
MATAKALTARA.COM, NUNUKAN – Imigrasi Kelas II TPI Nunukan mencegah calon pekerja migran Indonesia (PMI) berangkat dan bekerja ke Malaysia secara ilegal.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan, Ryan Aditiya,mengatakan tindakan mencegah calon PMI ilegal dilakukan berupa penolakan keberangkatan dan pemohon paspor ke Malaysia.
Lebih lanjut Ryan katakan langkah-langkah pencegahan yang diterapkan antara lain pengawasan ketat di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, peningkatan sosialisasi tentang risiko, dan konsekuensi keberangkatan ilegal, serta penguatan kerja sama dengan otoritas terkait.
“Ini dilakukan dalam rangka menjaga keamanan dan memastikan keselamatan WNI di negeri tetangga. Kami khawatir maraknya penyalahgunaan visa dan izin kerja bagi PMI di Malaysia,” kata Ryan Aditya, Senin (19/02/2024), sore.
Lanjut Ryan,”Tindakan ini kami ambil sebagai upaya proaktif untuk mencegah keberangkatan ilegal yang berpotensi menimbulkan masalah bagi WNI,” tambahnya.
Menurutnya, tindakan pencegahan yang dilakukan Imigrasi Nunukan sejalan dengan arahan Direktur Jenderal Imigrasi nomor IMI-GR.01.01.0178 tentang Penerbitan Paspor RI ke Negara Tujuan PMI.
“Dalam surat Direktur Jenderal Imigrasi ditekankan kepada petugas Imigrasi untuk melakukan profiling pemohon paspor khususnya yang berjenis kelamin wanita berusia antara 17 tahun sampai 45 tahun. Khususnya yang bertujuan ke Malaysia atau negara lain tujuan PMI atau yang diduga sebagai PMI non prosedural,” ucap Ryan.
Sesuai data yang dirilis oleh Kantor Imigrasi Nunukan penolakan keberangkatan WNI ke Tawau, Malaysia, selama Januari berjumlah 45 orang (34 laki-laki dan 11 perempuan).Sementara itu pada Februari 2024 ada sebanyak 12 orang (9 laki-laki dan 3 perempuan). Sedangkan untuk penolakan permohonan paspor pada Januari 2024 sebanyak 41 orang (25 laki-laki dan 16 perempuan).
Pada Februari 2024 ada sebanyak 9 orang (5 laki-laki dan 4 perempuan).
Ryan mengingatkan kepada masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri sebagai PMI tanpa izin kerja yang sah merupakan pelanggaran hukum.
“Masyarakat diimbau untuk menggunakan jalur resmi dan mematuhi prosedur yang berlaku untuk memastikan keselamatan dan hak-hak mereka terlindungi di negara tujuan,” ungkapnya.