Penulis:Fidelis | Editor:Castro
MATAKALTARA.COM, NUNUKAN – Peristiwa kecelakaan (Laka) laut yang melibatkan dua speedboat di depan Dermaga Tradisional Haji Putri, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) kembali mendapat sorotan dari masyarakat.
Diberitakan sebelumnya, sebuah speedboat fiber bermesin 40 PK yang dikemudikan Rexy Joseph (22), warga Bambangan, menyeruduk kapal cepat SB Borneo Express bermesin ganda 200 PK pada Senin (28/07/2025) sekira pukul 14.20 Wita.
Akibat tabrakan keras itu, Rexy seorang motoris speedboat dinyatakan tewas setelah sempat dievakuasi ke Puskesmas Nunukan.Satu‑satunya penumpang, Siti Nurhaliza (24), dilarikan ke RSUD Nunukan dan kini dirawat di ruang ICU dengan robekan ginjal kiri derajat 4 dan kondisi tekanan darah fluktuatif.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pancasila Jiwaku (Panjiku) Kabupaten Nunukan, Arleck, melontarkan kritik keras terhadap lambannya kejelasan tanggung jawab antara KSOP (Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan) dan BPTD (Balai Pengelola Transportasi Darat) dalam menangani keselamatan transportasi laut di Nunukan.
Utamanya pasca insiden speedboat pada Januari 2025 yang menewaskan 7 orang penumpang dan 10 lainnya luka-luka.
“Sudah lebih dari enam bulan sejak kejadian tragis itu, tapi hingga hari ini publik masih belum tahu siapa yang seharusnya bertanggung jawab. KSOP dan BPTD seperti melempar tanggung jawab satu sama lain. Sementara di lapangan, masyarakat terus menggunakan speedboat yang sama sekali tidak punya izin berlayar atau Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Ini kelalaian struktural,” kata Arleck kepada MataKaltara.com, Rabu (30/07/2025), siang.
Menurutnya, ketidakjelasan instansi penerbit SPB sangat fatal karena menyangkut langsung kelayakan armada dan keselamatan penumpang.
Arleck menyebut banyak speedboat yang tetap beroperasi tanpa SPB, lantaran KSOP maupun BPTD enggan mengambil peran secara tegas.
“Kalau SPB saja tidak ada yang mau terbitkan, bagaimana bisa menjamin kapal itu layak berlayar? Siapa yang bertanggung jawab kalau mesin mati di tengah laut atau terjadi tabrakan?,” ucapnya.
Selain itu, Arleck juga menyoroti soal minimnya pengawasan terhadap penggunaan jaket pelampung (life jacket). Ia menyebut pasca kecelakaan di Januari 2025, penggunaan life jacket sempat meningkat karena trauma, namun saat ini sudah kembali diabaikan karena tidak ada yang melakukan pengecekan atau penindakan.
“Keselamatan itu bukan musiman. Ini bukan soal hanya bersikap pasca tragedi, tapi soal membangun sistem pengawasan yang berkelanjutan Nyawa manusia tidak boleh ditukar dengan kelalaian birokrasi,” ujarnya.
Tak kalah penting, Arleck juga mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait untuk segera memberi kejelasan status terhadap Dermaga Tradisional Haji Putri yang selama ini digunakan sebagai titik naik-turun penumpang tanpa regulasi yang jelas.
“Dermaga Haji Putri ini sudah seperti terminal bayangan di laut. Tidak ada legalitas, tidak ada pengawasan, tapi tetap beroperasi. Kalau memang ingin dilindungi dan ditata, segera legalkan. Kalau tidak, lebih baik ditutup daripada terus menjadi titik rawan kecelakaan dan penyelundupan,” tuturnya.
Arleck meminta kepada Gubernur Kaltara dan Bupati Nunukan tidak “menutup mata” melihat kondisi tersebut, seakan membiarkan kekacauan ini berlarut-larut.Ia menegaskan bahwa kegagalan membenahi sistem transportasi laut sama saja dengan membiarkan potensi tragedi serupa terjadi lagi.
“Jangan tunggu korban lagi baru kita sibuk. Sudah cukup satu tragedi, jangan sampai ada yang berikut-berikutnya lagi, hanya karena kita membiarkan kekacauan ini berlarut larut,”ungkapnya.
Kronologi Laka Speedboat
Diberitakan sebelumnya Laka laut tragis terjadi di perairan perbatasan Haji Putri-Bambangan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) Senin (28/07/2025) sekira pukul 14.45 Wita.
Sebuah speedboat bermesin 40 PK yang dikemudikan oleh seorang warga Bambangan menyeruduk kapal cepat SB Borneo Express bermesin ganda 200 PK.
Laka terjadi saat SB Borneo Express bertolak dari Dermaga Yamaker menuju Pelabuhan Sei Nyamuk, Kecamatan Sebatik Timur dengan muatan logistik JNT. Kapal bermesin 2×200 PK itu dikemudikan oleh Sawir, warga Sebatik, dan membawa dua orang ABK (anak buah kapal), yaitu Aslan dan Roy, juga warga Sebatik.
Saat melintasi perairan depan Pangkalan Haji Putri sekira pukul 14.45 Wita, kapal mereka tiba-tiba ditabrak oleh speedboat kecil bermesin 40 PK berwarna kuning yang datang dari arah samping.
Speed kecil tersebut dikemudikan oleh Rexy Joseph (22), warga Bambangan, Kecamatan Sebatik Barat, dan membawa satu orang penumpang perempuan.Benturan keras menyebabkan Rexy Joseph dan seorang penumpangnya atas nama Siti (pasien RSUD) terlempar ke laut.
Alhasil, speed kecil mengalami kerusakan berat dan tenggelam, sementara SB Borneo Express mengalami kerusakan ringan berupa goresan di sisi lambung.
Sejumlah motoris speedboat di sekitar lokasi, seperti Jepri, Aidil, dan Majid, segera datang membantu proses evakuasi. Mereka berhasil menyelamatkan korban dari laut. Namun nahas, Rexy Joseph dinyatakan meninggal dunia setelah sempat dievakuasi ke Puskesmas Nunukan.