DPRD Minta PT PSL Buka Kantor di Nunukan, Jawab Persoalan Warga dan Redam Konflik Lahan

oleh

MATAKALTARA.COM, NUNUKAN – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan meminta PT Palm Segar Lestari (PSL) membuka kantor perwakilan di Kabupaten Nunukan sebagai upaya mempercepat penyelesaian konflik antara perusahaan dan masyarakat.

Permintaan tersebut disampaikan Wakil Ketua DPRD Nunukan, Andi Mariyati, saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama masyarakat adat Tidung, pemerintah daerah, dan perwakilan manajemen PT PSL, Selasa (24/6/2025) di Ruang Ambalat I Kantor DPRD Nunukan.

Menurut Andi Mariyati, selama ini berbagai persoalan antara warga dan perusahaan selalu bermuara ke DPRD karena tidak adanya kantor resmi perusahaan di wilayah operasi. Hal itu menyulitkan masyarakat dalam menyampaikan keluhan dan memperlambat proses klarifikasi.

“Sudah terlalu sering persoalan antara warga dan perusahaan berakhir di DPRD. Ini terjadi karena tidak ada kantor resmi perusahaan di Nunukan yang bisa dijadikan tempat klarifikasi dan komunikasi,” tegas Andi Mariyati.

Ia menilai, keberadaan kantor di lokasi operasi bukan hanya bentuk tanggung jawab sosial perusahaan, melainkan juga bagian dari solusi jangka panjang dalam membangun komunikasi yang sehat antara perusahaan dan masyarakat.

“Kami tidak ingin setiap persoalan selalu dibawa ke DPRD. Jika perusahaan punya kantor di sini, maka masyarakat bisa langsung mengadu dan mendapat penjelasan,” ujarnya.

Permintaan agar perusahaan membuka kantor di Nunukan semakin mendesak, seiring banyaknya laporan warga ke DPRD yang sebenarnya bisa diselesaikan di tingkat perusahaan tanpa harus melalui RDP.

Dalam rapat tersebut, salah satu isu yang mencuat adalah tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan plasma PT PSL. Warga mengaku tidak pernah mengetahui letak lahan tersebut dan tidak memiliki sertifikat.

Wakil Ketua Dewan Majelis Adat Tidung, H. Syahdan, mempertanyakan dasar tagihan pajak yang diberikan kepada masyarakat Nunukan Barat atas lahan yang selama ini tidak pernah mereka kuasai atau manfaatkan.

“Masyarakat tidak tahu di mana letak lahan itu. Bahkan sertifikat pun tidak pernah mereka terima. Tapi tiba-tiba ditagih PBB lima tahun ke belakang,” ujar Syahdan dalam RDP tersebut.

DPRD berkomitmen untuk mengawal proses penyelesaian persoalan lahan dan PBB tersebut, namun menekankan pentingnya kehadiran fisik perusahaan agar komunikasi tidak terputus dan masyarakat tidak selalu bergantung pada lembaga legislatif.

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *