Opini: Febrianus Felis
MATAKALTARA.COM, NUNUKAN – Publik Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) patut resah. Bagaimana tidak, tersangka pelecehan seksual terhadap Balita berusia 3 tahun berinisial MU kini melenggang bebas dari tahanan Polres Nunukan.
Ia bukan bebas murni karena tidak bersalah, melainkan bebas demi hukum akibat masa penahanan habis sementara berkas perkara belum juga dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan.Inilah ironi.
Di satu sisi, Polisi sudah menetapkan tersangka dan mengklaim kasus berjalan. Di sisi lain, tersangka bisa keluar dari jeruji hanya karena administrasi hukum berjalan lamban.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan, di mana letak keberpihakan hukum kita? Pada korban yang masih kecil dan rentan, atau pada tersangka yang mendapat celah dari lemahnya sistem?
Kasus ini seharusnya menjadi prioritas tertinggi. Korban adalah anak berusia 3 tahun yang masih membutuhkan pemulihan fisik maupun psikologis.
Namun alih-alih memberikan jaminan rasa aman, publik justru disuguhi kenyataan bahwa tersangka kini berada di luar tahanan.
Keterlambatan melengkapi berkas perkara tidak bisa ditolerir. Bagi aparat penegak hukum, setiap detail administratif memang penting. Namun bagi korban, setiap hari keterlambatan adalah bentuk ketidakadilan.
Sebuah adagium hukum berbunyi “Justice Delayed is Justice Denied”, artinya keadilan yang tertunda sama artinya dengan keadilan yang teringkari.
Anak dan keluarganya harus hidup dalam ketakutan, sementara tersangka bebas berkeliaran.
Lebih jauh, kasus ini menguji kredibilitas aparat di mata publik. Nunukan adalah daerah perbatasan yang rentan berbagai persoalan sosial, termasuk kekerasan terhadap anak.
Jika kasus sebesar ini saja tidak ditangani tuntas dan cepat, bagaimana publik bisa percaya bahwa aparat mampu melindungi anak-anak lain dari kejahatan serupa?
Polres Nunukan dan Kejaksaan Negeri tidak bisa sekadar bersembunyi di balik alasan “berkas belum lengkap”. Mereka harus menjelaskan secara transparan kepada publik apa hambatan sebenarnya, serta kapan target berkas perkara ini dinyatakan lengkap dan tersangka kembali ditahan.
Yang paling penting, jangan biarkan korban dan keluarganya berjuang sendirian. Negara wajib hadir memastikan perlindungan, pendampingan psikologis, dan pemulihan jangka panjang.
Kasus dengan tersangka MU bukan sekadar soal hukum, tapi soal masa depan anak bangsa.
Jika aparat gagal menunjukkan ketegasan, pesan yang sampai ke publik amat berbahaya, pelecehan anak bisa berakhir dengan celah hukum, sementara korban menanggung trauma seumur hidup.