Penulis: Castro | Editor: Senja
MATAKALTARA.COM, NUNUKAN – Wakil Ketua I DPRD Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Arpiah lakukan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak, belum lama ini.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku memilih melakukan sosialisasi Perda Nomor 17 Tahun 2015, lantaran kasus pelecehan seksual terhadap anak sedang masif terjadi di Kabupaten Nunukan.
Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Kabupaten Nunukan mencatat sejak Januari hingga Oktober 2024 ada 31 kasus kekerasan seksual, eksploitasi, dan kekerasan fisik terhadap anak.
Untuk perempuan sejak Januari hingga Oktober 2024 ada sebanyak 6 kasus yang mana perempuan menjadi korban kekerasan dan eksploitasi.
“Saya tertarik sosialisasikan Perda Nomor 17 Tahun 2015, karena akhir-akhir ini kasus kasus pelecehan seksual anak marak terjadi. Meskipun sebenarnya Perdanya sudah seharusnya diperbaharui,” kata Arpiah kepada MataKaltara.com, Kamis (12/12/2024), siang.
Arpiah berkomitmen untuk mendorong DSP3A Nunukan menyusun draft Ranperda yang baru berkaitan perlindungan perempuan dan anak.
“Isu perempuan dan anak harus terus kita gaungkan, karena penyelesaian kasus ini perlu keterlibatan banyak pihak. Mulai orang tua, sekolah, pemerintah daerah, anggota DPRD, termasuk individu perempuan dan anak,” ucapnya.
Tak hanya itu, Arpiah juga mendorong alokasi APBD 2025 juga diprioritaskan untuk menangani masalah anak dan perempuan di Kabupaten Nunukan.
“Untuk menyelesaikan kasus ini membutuhkan anggaran yang banyak. Sehingga saya akan mendorong agar alokasi APBD ke depannya juga diprioritaskan pada penanganan kasus anak dan perempuan,” ujarnya.
Arpiah meminta kepada semua stakeholder, pemerintah daerah, DPRD, para guru, dan orang tua agar memberi perhatian serius anaknya.
Wanita yang berlatarbelakang organisasi perempuan dan anak itu menduga kuat, anak yang menjadi korban pelecehan seskual di Kabupaten Nunukan masih banyak belum terekspos.
“Saya menduga masih banyak anak yang menjadi korban pelecehan seksual belum terekspos. Mungkin saja pihak keluarga korban yang malu untuk melaporkan hal itu atau ada faktor lainnya,” ungkap Arpiah.